Portal Distribusi Berita
Berita yang Menginspirasi dan Mencerahkan
Mau tahu tentang kami lebih dalam ? Jangan sungkan ya, silahkan kunjungi halaman ini
Aksi Iklim Sektor Agribisnis : Mengapa Program Plasma dan Bantuan Sosial Tidak Cukup Tanpa Komitmen Nol Deforestasi
1000
70
0
Bagikan
Sektor agribisnis, khususnya kelapa sawit dan Hutan Tanaman Industri (HTI) untuk pulp dan kertas, adalah pilar ekonomi Indonesia. Selama beberapa dekade, program Tanggung Jawab Sosial Perusahaan (CSR) di sektor ini identik dengan program kemitraan (seperti plasma), pembangunan infrastruktur di sekitar konsesi (jalan, jembatan, sekolah), atau bantuan bibit untuk petani lokal.
Aksi-aksi sosial ini sangat penting untuk menciptakan social license to operate dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat sekitar. Namun, di tengah krisis iklim, aksi-aksi ini sering dibayangi oleh isu lingkungan yang paling fundamental: emisi gas rumah kaca dari perubahan tata guna lahan (Land Use, Land-Use Change, and Forestry - LULUCF).
Kini, tekanan global bergeser dari sekadar "apa yang Anda berikan kepada masyarakat?" menjadi "bagaimana Anda mengelola lahan Anda?"
Beda Aksi: Bangun Sekolah vs. Lindungi Gambut
Perbedaan antara dua pendekatan ini sangat mencolok di sektor berbasis lahan:
- Aksi Sosial Lingkungan (Filantropi/Kemitraan): Ini adalah aksi eksternal untuk berbagi manfaat ekonomi. Contoh: Program petani plasma, membangun klinik kesehatan desa, memberikan beasiswa, atau program pencegahan kebakaran yang melibatkan masyarakat (Masyarakat Peduli Api).
- Aksi Pengurangan Jejak Karbon (Inti Operasional): Ini adalah aksi internal yang menyentuh cara bisnis dijalankan. Fokusnya adalah dua sumber emisi terbesar:
- Emisi Lahan (LULUCF): Emisi yang dilepaskan saat hutan alam dibuka untuk ditanami, dan terutama, saat lahan gambut dikeringkan (yang melepaskan cadangan karbon raksasa).
- Emisi Pabrik (POME): Di pabrik kelapa sawit (PKS), limbah cair atau Palm Oil Mill Effluent (POME) akan terurai dan melepaskan gas metana, gas rumah kaca yang puluhan kali lebih kuat dari CO2.
Pendorong Pergeseran di Sektor Agribisnis
Mengapa perusahaan sawit dan kertas kini "dipaksa" bicara soal gambut dan deforestasi?
- Tekanan Pembeli Global (B2B): Ini adalah pendorong utama. Perusahaan consumer goods multinasional (seperti Nestlé, Unilever, P&G) yang menjadi pembeli utama CPO atau pulp, kini memiliki kebijakan sumber daya yang ketat. Mereka mewajibkan pemasok mereka untuk mematuhi komitmen "Nol Deforestasi, Nol Gambut, Nol Eksploitasi" (NDPE).
- Tekanan Investor dan Keuangan: Lembaga keuangan global enggan mendanai perusahaan yang terkait dengan deforestasi atau karhutla (kebakaran hutan dan lahan). Risiko reputasi, risiko hukum, dan risiko pasar (diboikot) terlalu tinggi.
- Sertifikasi Wajib dan Sukarela: Standar seperti Roundtable on Sustainable Palm Oil (RSPO) atau Forest Stewardship Council (FSC) menjadi syarat untuk masuk ke pasar premium. Di tingkat nasional, sertifikasi seperti ISPO (Indonesia Sustainable Palm Oil) juga terus diperkuat.
Contoh Nyata Aksi Karbon Sektor Agribisnis
Jika CSR konvensional adalah membantu petani menanam, maka aksi iklim modern adalah memastikan mereka menanam di lokasi yang tepat:
- Menerapkan Kebijakan NDPE: Ini adalah standar emas. Perusahaan berkomitmen untuk tidak membuka hutan baru (termasuk memantau pemasok pihak ketiga mereka), tidak menanam di lahan gambut, dan menghormati hak asasi manusia.
- Konservasi dan Restorasi Gambut: Aksi paling krusial. Menghentikan drainase lahan gambut. Untuk area yang sudah terlanjur dibuka, dilakukan rewetting (pembasahan kembali) dan restorasi untuk mengunci karbon di dalam tanah dan mencegah kebakaran.
- Manajemen Limbah POME: Membangun instalasi Methane Capture (penangkap metana) di pabrik. Limbah cair POME tidak lagi dibiarkan di kolam terbuka, tetapi diolah dalam reaktor untuk menangkap gas metana-nya, yang kemudian dibakar bersih untuk menjadi energi listrik (biogas).
- Intensifikasi vs. Ekstensifikasi: Fokus meningkatkan produktivitas di lahan yang ada (intensifikasi) melalui penggunaan bibit unggul dan praktik agronomi terbaik, alih-alih terus-menerus membuka lahan baru (ekstensifikasi).
- Konservasi Area HCV/HCS: Mengidentifikasi dan menyisihkan area yang memiliki Nilai Konservasi Tinggi (HCV) dan Stok Karbon Tinggi (HCS) di dalam konsesi mereka sebagai kawasan lindung.
Sinergi: Ketika Program Plasma Mendukung NDPE
Aksi sosial kini harus selaras dengan aksi karbon. Contoh: Program kemitraan petani (aksi sosial) kini difokuskan untuk memberikan edukasi dan bantuan teknis (aksi eksternal) agar para petani tersebut mampu menerapkan praktik pertanian berkelanjutan, meningkatkan hasil panen, dan ikut menjaga kawasan hutan di sekitar kebun mereka (aksi inti).
Pada akhirnya, komitmen hijau perusahaan agribisnis tidak lagi diukur dari seberapa banyak sekolah yang mereka bangun, tetapi dari seberapa banyak hektar hutan dan gambut yang berhasil mereka lindungi, baik di dalam maupun di luar konsesi mereka.
Berita Terbaru
Nomor Telepon Penting